Pekanbaru,Cakrawala– Satu lagi potret buram penegakan hukum di Kota Pekanbaru. Empat pintu Ruko yang berdiri di Jalan Suka Karya, tepat di depan SMKN Kehutanan, dibangun tanpa memperlihatkan adanya plang Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebuah pelanggaran serius terhadap regulasi nasional.
Pasal 253 ayat (4) PP Nomor 16 Tahun 2021 menyebutkan dengan tegas: PBG wajib dimiliki sebelum konstruksi dimulai. Namun kenyataan di lapangan justru menunjukkan sebaliknya—bangunan berdiri, aktivitas berjalan, izin tidak jelas.
Pertanyaannya: di mana pengawasan dari Pemerintah Kota Pekanbaru? Mengapa bangunan yang terang-terangan melanggar aturan bisa tetap berdiri tanpa hambatan? Apakah ada pembiaran? Ataukah ada “main mata” antara pengembang dan oknum di lapangan?
Satpol PP Kota Pekanbaru sebagai garda terdepan penegakan Perda dan Perkada justru diam membisu. Kepala Satpol PP Zulfahmi Adrian yang coba dikonfirmasi berulang kali tidak memberikan respons sama sekali. Bungkamnya pihak penegak perda justru memperkuat dugaan publik bahwa penegakan hukum di kota ini tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Lebih menyedihkan lagi, anggota Komisi I DPRD Kota Pekanbaru, Firman, yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan, tidak bersuara sama sekali. Tak ada statemen, tak ada sidak, tak ada dorongan untuk penertiban.
Apakah lembaga legislatif telah kehilangan kepedulian? Atau ada kepentingan yang sedang dijaga?
Padahal aturan jelas: tanpa PBG, pembangunan ilegal. Dan jika terbukti melanggar, pemilik bangunan bisa dikenai sanksi administratif, bahkan pencabutan izin usaha. Tapi jika aturan tak ditegakkan, maka yang terjadi adalah kekacauan tata kota dan matinya kepastian hukum.
Ini bukan sekadar pelanggaran teknis, ini adalah cermin dari bobroknya sistem pengawasan dan lemahnya keberanian pejabat daerah dalam menjalankan amanah undang-undang. Jika pelanggaran seperti ini dibiarkan, maka ke depan siapa pun bisa membangun sesuka hati tanpa peduli pada aturan.
Pemerintah Kota Pekanbaru harusnya ada tindakan tegas terhadap bangunan ini, maka wajar jika masyarakat menyimpulkan bahwa hukum di kota ini hanya berlaku untuk rakyat kecil, sementara para pemilik modal dibiarkan melenggang bebas melanggar aturan.(Tim/Ef)