Jakarta,Cakrawala-Tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali kembali menampar kesadaran kita. Bangsa ini seolah tak pernah belajar. Setiap kali terjadi kecelakaan kapal, alasan yang diangkat selalu sama: cuaca buruk, kelalaian awak kapal, atau lemahnya pengawasan. Namun akar masalahnya tetap dibiarkan: abainya pemerintah dalam memperbaiki sistem dan manajemen keselamatan pelayaran secara menyeluruh.
Alih-alih berfokus pada substansi, yang diperdebatkan justru soal siapa yang berwenang—apakah Direktorat Jenderal Perhubungan Darat atau Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Sementara itu, rakyat terus menjadi korban, dan moda penyeberangan yang vital bagi negeri kepulauan ini justru dipinggirkan.
Padahal, angkutan penyeberangan adalah bagian tak terpisahkan dari sistem transportasi nasional. Ia adalah “jembatan perairan” yang harus aman, nyaman, dan handal. Sayangnya, di lapangan, kapal-kapal tua tetap beroperasi, modifikasi kapal tanpa standar berlanjut, pengawasan longgar, dan aturan keselamatan seperti ISM Code dan PM 104/2017 hanya jadi formalitas.
Pertanyaannya: apakah cukup dengan memindahkan kewenangan? Nyatanya, tidak. Setelah urusan ini dikembalikan ke Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, kecelakaan tetap terjadi. Ini bukti bahwa masalah sesungguhnya terletak pada lemahnya implementasi dan budaya keselamatan yang diabaikan.
Karena itu, sudah saatnya Kementerian Perhubungan memikirkan langkah strategis: membentuk Direktorat Jenderal Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan yang fokus, profesional, dan bertanggung jawab penuh pada pengembangan dan keselamatan transportasi perairan. Negara kepulauan seperti Indonesia tidak bisa terus mengabaikan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan yang justru menjadi urat nadi mobilitas di banyak daerah.
“Keselamatan pelayaran bukan cost, melainkan investasi. Sudah saatnya kita berhenti sibuk mengurus kewenangan dan mulai memperbaiki substansi,” tegas Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata & Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.(Ef)