Pekanbaru,Cakrawala-Provinsi Riau kembali diselimuti ancaman asap. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali membara tanpa ampun. Berdasarkan data resmi dari BMKG Stasiun Pekanbaru, sebanyak 294 titik panas (hotspot) terpantau menghantui wilayah ini. Kabupaten Rokan Hilir menjadi episentrum kobaran api, dengan sebaran terbanyak mencapai 175 titik, disusul Rokan Hulu (69 titik), Pelalawan (13), Siak (12), Kampar (11), Kota Dumai (8), Bengkalis (4), serta masing-masing satu titik di Kepulauan Meranti dan Kuantan Singingi.
Aktivitas pembakaran hutan yang masif dan berulang, baik oleh masyarakat maupun korporasi, menjadi bukti kegagalan sistemik dalam penegakan hukum dan pengawasan lingkungan di Riau. Menyikapi kondisi ini, Ketua DPW Pemuda LIRA Riau, Daniel Saragih, angkat suara dan menuntut Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, untuk tidak tinggal diam.
“Bencana ini bukan sekadar asap. Ini ancaman nyata terhadap masa depan lingkungan, kesehatan, bahkan keberlangsungan hidup kita. Kapolda Riau harus bertindak tegas terhadap para pembakar hutan, tanpa pandang bulu—baik itu perorangan maupun korporasi besar,” tegas Daniel, Rabu (23/7) malam.
Menurut Daniel, karhutla bukan hanya persoalan lokal, tetapi menyumbang signifikan terhadap emisi karbon global dan memperparah krisis iklim dunia. “Asap yang menguap ke atmosfer mempercepat pemanasan global, sementara masyarakat di sekitar menderita ISPA dan dampak kesehatan lainnya,” ujarnya.
Pemuda LIRA mendesak pembentukan Satgas Karhutla independen, yang melibatkan unsur masyarakat sipil agar pengawasan tak hanya bertumpu pada aparat formal yang seringkali lemah dalam penindakan.
Di sisi lain, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni turut menyambangi Riau, meninjau langsung lokasi terdampak di Kecamatan Pujud dan Bangko Sempurna, Rokan Hilir. Dalam pernyataan resminya, Menteri menegaskan indikasi kuat adanya pembakaran yang disengaja untuk membuka kebun kelapa sawit.
“Kami tidak segan-segan mencabut izin perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran hutan secara sistematis dan berulang. Ini sudah bukan kelalaian, ini kejahatan lingkungan,” tegasnya.
Hingga saat ini, titik api masih terus meluas. Semak belukar, lahan kosong, bahkan hutan produksi tak luput dari jilatan api. Meskipun personel gabungan sudah diterjunkan, kebakaran masih belum bisa dikendalikan.
Situasi ini mendesak langkah extraordinary dari seluruh pemangku kebijakan. Penanganan karhutla tidak cukup hanya dengan seremonial kunjungan dan pernyataan keras di media. Harus ada penangkapan, penindakan hukum, dan pencabutan izin secara nyata.(red)