Truk ODOL Vendor Proyek Tol Pekanbaru–Rengat Bebas Melintas di Wilayah Polsek Tambang, LSM KPB Desak Polisi Bertindak

Kampar,Cakrawala–  Kendaraan truk angkutan barang dengan dimensi yang sudah dimodifikasi secara berlebihan atau ODOL (Over Dimension Over Loading) diduga terus beroperasi secara bebas di wilayah hukum Polsek Tambang, tepatnya di Jalan Raya Bangkinang–PTP V, Sungai Pinang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.

 

Truk-truk tersebut diketahui merupakan bagian dari vendor pengangkut material untuk pengisian lahan Awi Koro-koro di Desa Rimbo Panjang serta proyek Ruas Tol Pekanbaru–Rengat yang saat ini dikerjakan oleh PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI). Meski melanggar aturan dimensi kendaraan dan membahayakan pengguna jalan lain, aktivitas truk ODOL ini terus berlangsung tanpa hambatan, bahkan sering melintas tepat di depan Mapolsek Tambang.

 

*⚠️ Pelanggaran yang Terlihat, Tapi Tak Ditegakkan*

 

Truk dengan dimensi yang tidak sesuai standar jelas melanggar:

 

* Permenhub Nomor PM 60 Tahun 2019 tentang pengendalian kendaraan ODOL.

* UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

 

Namun, sampai saat ini tidak tampak adanya langkah konkret dari pihak kepolisian setempat, khususnya Polsek Tambang, untuk menertibkan kendaraan-kendaraan tersebut. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran sekaligus kekecewaan di tengah masyarakat.

 

*LSM KPB: “Polisi Jangan Tutup Mata!”*

 

Ketua Umum LSM Kesatuan Pelita Bangsa (KPB), Ruslan Hutagalung, angkat bicara terkait maraknya aktivitas ODOL di proyek-proyek besar tersebut. Ia meminta pihak kepolisian untuk tidak menutup mata terhadap pelanggaran yang terang-terangan terjadi di depan institusinya sendiri.

 

“Kami meminta Polsek Tambang dan jajaran kepolisian lainnya untuk tidak membiarkan pelanggaran ini terus terjadi. Jangan karena proyeknya nasional, hukum jadi lumpuh. Truk-truk ini jelas ODOL, mereka melanggar hukum dan mengancam keselamatan masyarakat,” tegas Ruslan Hutagalung.

 

Lebih lanjut, Ruslan menyebut bahwa proyek strategis nasional harus tetap berjalan dalam koridor hukum dan keselamatan, bukan dengan membiarkan vendor bebas melanggar aturan teknis jalan.

 

Masyarakat dan aktivis berharap:

 

1. Penertiban segera dilakukan, bukan hanya terhadap sopir, tapi juga perusahaan/vendor terkait.

 

2. Koordinasi lintas sektor (Polri, Dishub, Balai Jalan, hingga pemerintah daerah) dilakukan agar ODOL tidak menjadi “pemandangan biasa” di jalur proyek.

 

Hukum harus berdiri di atas kepentingan rakyat, bukan tunduk pada tekanan proyek. Jika pelanggaran dibiarkan, maka institusi penegak hukum kehilangan wibawa di mata publik.(ef)