Jakarta,Cakrawala-Ojek online (ojol) kini sudah diakui sebagai salah satu lapangan pekerjaan baru di Indonesia. Namun pengakuan itu belum diikuti dengan perlindungan nyata terhadap kesejahteraan pengemudinya. Fakta di lapangan menunjukkan, para pengemudi masih terjepit oleh potongan biaya (komisi) aplikasi yang mencapai lebih dari 20 persen.
“Sehari saya bisa narik 10 sampai 12 order. Tapi setelah dipotong aplikasi dan bayar bensin, kadang yang dibawa pulang cuma cukup buat makan keluarga. Belum lagi kalau motor rusak, harus gali utang,” keluh Arman, pengemudi ojol di Pekanbaru.
Padahal, di balik setiap pesanan yang mereka jalankan, ada biaya operasional yang tidak kecil: bahan bakar, perawatan kendaraan, hingga pulsa untuk menjaga aplikasi tetap aktif. Hasilnya, penghasilan bersih ojol semakin terkikis dan jauh dari kata layak.
Jika negara benar-benar hadir, kondisi ini tidak harus terjadi. Pemerintah sebenarnya bisa menghadirkan aplikasi transportasi online milik negara, dengan skema potongan yang jauh lebih manusiawi—maksimal 10 persen. Dengan begitu, pengemudi bisa bernapas lega, sementara masyarakat tetap menikmati layanan transportasi yang terjangkau.
Lebih jauh lagi, aplikasi tersebut bisa dikelola oleh pemerintah daerah agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah. Model ini akan membuat transportasi online tidak hanya berpihak pada korporasi besar, melainkan juga memberi manfaat langsung bagi rakyat.
“Kalau ada aplikasi buatan pemerintah dengan potongan kecil, kami pasti pindah. Soalnya penghasilan lebih adil dan kami bisa hidup lebih tenang,” tambah Rudi, pengemudi ojol lainnya.
Menurut Djoko Setijowarno, akademisi transportasi sekaligus Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, negara memang sudah seharusnya ikut campur tangan. “Selama ini pemerintah hanya jadi regulator, tapi tidak ikut dalam bisnis aplikasinya. Kalau mau menyejahterakan pengemudi, negara bisa menghadirkan platform sendiri dengan model potongan yang wajar. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga keadilan sosial,” tegas Djoko.
Tantangannya memang besar, mulai dari persaingan dengan aplikasi swasta hingga kesiapan infrastruktur digital. Namun jika negara serius menyejahterakan rakyatnya, inilah saatnya membuktikan keberpihakan itu: menghadirkan aplikasi transportasi online yang adil, berkeadilan, dan pro-pengemudi.(Ef)













