Jakarta,Cakrawala-Transportasi publik di Indonesia kian terpuruk. Di banyak kota, bus kota nyaris hilang, angkot tinggal tersisa armada tua, sementara masyarakat makin bergantung pada kendaraan pribadi. Ironisnya, di tengah realitas ini, Hari Perhubungan Nasional (Harhubnas) 2025 tetap diperingati dengan meriah di berbagai daerah.
Tema besar “Bakti Transportasi untuk Negeri” terdengar gagah, namun hanya jadi jargon ketika layanan transportasi publik nyaris mati suri. Bahkan di Jakarta yang sudah punya MRT, LRT, dan TransJakarta, pengguna angkutan umum 2024 hanya 18,86 persen. Angka itu menggambarkan betapa sulitnya menjadikan transportasi publik sebagai tulang punggung mobilitas.
Jika di ibu kota saja kondisinya seperti ini, maka di kota-kota lain yang infrastrukturnya jauh lebih terbatas, persoalannya bisa ditebak lebih parah lagi. Bus berhenti beroperasi, angkot ditinggalkan, BRT jalan setengah hati. Warga tak punya pilihan selain motor atau ojek daring.
Harhubnas seharusnya menjadi momentum refleksi, bukan sekadar seremoni tahunan. Negara dituntut menghadirkan transportasi publik yang layak, terjangkau, dan bermartabat bagi seluruh rakyat—bukan hanya proyek megah di ibu kota.
Oleh: Muhamad Akbar, Pemerhati Transportasi
Pewarta : Ef