Pekanbaru,Cakrawala– Program revitalisasi sekolah yang digadang-gadang untuk meningkatkan mutu pendidikan justru menimbulkan tanda tanya. Di SMP Negeri 33 Pekanbaru, pekerjaan pembesian kolom pada proyek Revitalisasi Satuan Pendidikan Tahun 2025 diduga tidak sesuai dengan ketentuan teknis sebagaimana diatur dalam standar nasional konstruksi.
Kepala pelaksana di lapangan menyebut, untuk kolom berukuran 20 x 20 sentimeter dipasang empat batang besi berdiameter 10 milimeter, sedangkan kolom 20 x 25 sentimeter menggunakan enam batang besi berdiameter 10 milimeter.
Padahal, mengacu pada Permen PUPR No. 22 Tahun 2018 dan SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung dan Penjelasan, jumlah tulangan pada kolom tersebut seharusnya lebih besar. Kolom berukuran 20/20 mestinya enam batang besi berdiameter 12 mm, dan kolom 20/25 mestinya delapan batang besi berdiameter 12 mm.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Sekolah SMP Negeri 33 Pekanbaru, Agusrialdi, yang juga mengetahui kegiatan revitalisasi Ruang Perpustakaan, Laboratorium Komputer, Ruang UKS, dan Toilet Tahun 2025, tidak memberikan penjelasan mengapa pekerjaan struktur tersebut tidak mengacu pada Permen PUPR dan SNI. Hingga berita ini ditulis, juknis resmi dari Kemendikdasmen juga belum diterima redaksi.
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi LPKSM Jaringan Informasi Himpunan Rakyat (JIHAT) Kota Pekanbaru, Mardun, S.H., CTA, menyoroti lemahnya transparansi program revitalisasi yang diawasi bersama oleh pihak sekolah, Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru.
“Kalau memang pekerjaan sudah sesuai gambar, RAB, dan spesifikasi teknis dari kementerian, mengapa dokumen seperti gambar bestek, RAB, atau Bill of Quantity (BQ) tidak ditempelkan di papan informasi sekolah? Itu uang negara. Siapa pun berhak memantau kegiatan tersebut,” tegas Mardun.
Program revitalisasi pendidikan seharusnya menjadi wujud nyata peningkatan kualitas sarana belajar, bukan celah untuk menurunkan mutu pekerjaan. Ketika pengawasan lemah dan transparansi diabaikan, maka kepercayaan publik ikut hancur. Dana negara tak boleh main-main, apalagi untuk sektor pendidikan yang menyangkut masa depan anak bangsa.(Ef)