Aceh,Cakrawala-Program bus perintis di Provinsi Aceh menjadi salah satu wajah nyata kehadiran negara di wilayah terluar. Dikelola oleh Perum Damri melalui subsidi Kementerian Perhubungan, layanan ini menjangkau 12 rute utama sepanjang 999 kilometer—menghubungkan daerah-daerah terisolir dengan pusat ekonomi dan pemerintahan.
Dari total panjang lintasan tersebut, 57 kilometer jalan berada dalam kondisi rusak dan lebih dari separuh rute melewati medan berat seperti tanjakan, jalan berbatu, dan genangan air. Namun, di balik tantangan itu, manfaatnya dirasakan langsung masyarakat.
Empat fungsi utama bus perintis di Aceh:
1. Membuka keterisolasian wilayah – menghubungkan desa terpencil dengan pusat kecamatan.
2. Mendukung ekonomi lokal – memudahkan pengangkutan hasil bumi ke pasar kota.
3. Mempermudah akses layanan publik – terutama ke sekolah dan fasilitas kesehatan.
4. Memberikan transportasi murah dan aman – berkat subsidi tarif pemerintah.
Pulau Simeulue menjadi contoh konkret. Dua rute aktif, Sinabang–Sibigo dan Sinabang–Alafan, menghidupkan konektivitas di pulau yang terpisah sekitar 150 km dari daratan utama Aceh. Dengan adanya bus subsidi, warga bisa bepergian dengan biaya rendah, sementara roda ekonomi berputar lebih cepat.
Kendati demikian, peremajaan armada menjadi kebutuhan mendesak. Sebagian besar bus telah berusia lebih dari tujuh tahun dan menghadapi kondisi jalan ekstrem setiap hari.
“Sudah saatnya pemerintah memperbarui armada bus perintis agar keamanan dan pelayanan meningkat,” tegas Djoko Setijowarno, Wakil Ketua MTI.
Bus perintis di Aceh adalah bukti bahwa pemerataan pembangunan tak hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga tentang aksesibilitas dan keadilan mobilitas bagi seluruh warga negara—dari pusat kota hingga pelosok kepulauan.(ef)