50 Kota Prioritas: Membangun Pusat Pertumbuhan Baru Lewat Transportasi Umum Terpadu

Jakarta,Cakrawala-Pemerintah tengah menyiapkan pembangunan 50 Kota Prioritas sebagai bagian dari rencana besar 2025–2029 untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di seluruh Indonesia. Salah satu kunci keberhasilan program ini adalah pembenahan dan pembangunan layanan transportasi umum yang terintegrasi, efisien, dan berkelanjutan.

 

“Kami merancang 50 kota dan kawasan baru dengan visi untuk menyeimbangkan antara Jawa dan luar Jawa,” ujar Dody dalam Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2025 di Jakarta Convention Center, Jumat (10/10/2025).

 

Menurut data pemerintah, sekitar 72 persen penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan pada tahun 2045. Tanpa perencanaan matang, urbanisasi berisiko menciptakan kota yang macet, sesak, dan timpang.

 

Rancangan 50 Kota Prioritas dibagi menjadi tiga kelompok besar: 10 kawasan metropolitan utama, 4 kota metropolitan usulan baru, dan 36 kota non-metropolitan yang difokuskan pada pengembangan sektor industri, pariwisata, perdagangan, serta pendidikan.

 

Sebanyak 17 dari 50 kota tersebut telah memiliki layanan transportasi umum modern, seperti Trans Metro Deli di Medan, LRT Sumatera Selatan di Palembang, Transjakarta dan Commuter Line di Jabodetabek, Suroboyo Bus di Surabaya, hingga Trans Metro Pekanbaru di Riau.

 

Kementerian Perhubungan bersama Kementerian Dalam Negeri akan mendorong kota-kota lainnya untuk segera menghadirkan layanan serupa, menyesuaikan kebutuhan dan karakteristik wilayah masing-masing.

 

Djoko Setijowarno, Akademisi Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, menjelaskan bahwa pengembangan transportasi umum di 50 kota ini membawa tiga manfaat utama.

 

Pertama, manfaat ekonomi dan pemerataan wilayah, dengan menghadirkan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa serta meningkatkan daya saing investasi di daerah.

 

Kedua, manfaat sosial dan kualitas hidup, karena transportasi umum memperluas akses masyarakat terhadap pendidikan, pekerjaan, dan layanan kesehatan. “Masyarakat bisa menikmati perjalanan yang lebih cepat, murah, dan nyaman,” ujarnya.

 

Ketiga, manfaat lingkungan dan keberlanjutan, di mana moda transportasi berbasis listrik dan rendah emisi membantu mengurangi polusi udara serta mendorong efisiensi energi kota.

 

Meski menjanjikan, Djoko mengingatkan bahwa keberhasilan program ini sangat tergantung pada kekuatan kolaborasi antara Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

 

Jika sinergi antar lembaga lemah, maka tiga persoalan besar bisa muncul:

 

1. Infrastruktur mangkrak, karena tidak ada dukungan operasional untuk menghidupkan layanan transportasi umum.

 

2. Ketidaksesuaian tata ruang, akibat rute transportasi tidak terintegrasi dengan kawasan baru.

 

3. Masalah keberlanjutan, ketika proyek berhenti setelah masa subsidi berakhir dan pemerintah daerah tidak siap melanjutkannya.

 

Untuk itu, Djoko menyarankan agar ketiga kementerian melebur dalam satu payung koordinasi, seperti pembentukan Tim Kerja Nasional atau Regional khusus 50 Kota Prioritas.

 

“Investasi dalam transportasi umum bukan sekadar membangun infrastruktur, tetapi membangun konektivitas sosial dan ekonomi bangsa. Ini adalah langkah konkret menuju Indonesia yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan,” tegasnya.(Ef)