Diduga Mantan Napi Bermodalkan Dokumen Palsu Berhasil Kelabui Penyidik Polres Siak

Siak,Cakrawala-Sungguh mencengangkan. Seorang mantan napi berinisial SC diduga berhasil mengelabui penyidik Polres Siak hanya dengan fotokopi invoice pembelian excavator dan surat pelepasan hak (SPH) palsu. Dengan berani, SC melapor ke polisi mengaku sebagai pemilik sah alat berat tersebut dan menuduh pihak lain melakukan penggelapan.

Laporan Polisi yang dibuat SC ternyata justru membuahkan keuntungan besar bagi dirinya. Dari proses penyidikan, dua orang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama lebih kurang 40 hari. Ironisnya, kedua tersangka tersebut akhirnya dibebaskan setelah “berdamai” dengan SC dengan menyerahkan uang ratusan juta rupiah agar dapat menghirup udara bebas.

Namun di balik kisah itu, fakta yang lebih mengejutkan terungkap. Pemilik sebenarnya excavator, seorang pria berinisial S, mengetahui bahwa alat berat yang dijadikan objek laporan SC adalah salah satu dari empat unit excavator merek Hitachi PC110 miliknya yang telah digelapkan SC sejak sekitar tujuh bulan sebelumnya.

Melalui kuasa hukumnya, Mardun, SH, CTA, S kemudian melayangkan laporan pengaduan resmi ke Polres Siak lengkap dengan bukti kepemilikan yang sah.
“SC ini sebenarnya pihak yang selama ini dicari klien kami. Ia membuat laporan ke Polres Siak menggunakan fotokopi invoice dan surat SPH palsu. Padahal excavator itu milik klien kami yang dibawa kabur SC,” ungkap Mardun kepada awak media, Senin (10/11/2025).

Mardun menambahkan, laporan pengaduan dari pihaknya telah diterima dan pihaknya telah diperiksa oleh penyidik. Namun hingga kini, laporan tersebut belum naik ke tahap penyidikan. “Sementara SC dan pihak yang dilaporkan bebas berkeliaran,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mardun menilai apa yang dilakukan SC bak “maling teriak maling.”
“Dengan adanya LP yang dibuat SC, surat pelepasan hak palsu, serta adanya uang perdamaian antara SC dan tersangka, semua itu justru menjadi bukti kuat bahwa SC telah melakukan penggelapan. Dan pihak yang telah membayar uang perdamaian bisa dikategorikan sebagai penadah,” tegasnya.

Yang lebih mengherankan, surat pelepasan hak yang digunakan SC bertahun 2019, namun menggunakan materai Rp10.000 — padahal materai tersebut baru berlaku pada tahun 2021. Fakta ini semakin menguatkan dugaan bahwa dokumen tersebut palsu.
Publik pun bertanya-tanya: sekelas penyidik Polres Siak, semudah itukah tertipu oleh dokumen fotokopian dan surat palsu?

Bahkan setelah mengetahui kebenaran dari laporan S, penyidik yang sama disebut justru memberi ruang kepada SC dan tidak menahan pelaku. Alasannya, karena para tersangka sebelumnya sudah berdamai.
Padahal, bagi S, keputusan tersebut justru telah merugikan dirinya sebagai pemilik sah alat berat, seolah-olah penegak hukum membiarkan haknya “dibegal” secara terang-terangan melalui mekanisme damai yang tidak adil.

“SC dengan dokumen palsu bisa mentersangkakan orang lain dan membuat mereka ditahan, sementara klien kami sebagai pemilik sah justru laporannya belum juga disidik. Padahal penyidik sudah tahu kebenarannya,” tegas Mardun lagi.

Kuat dugaan, ada skenario jahat di balik penanganan kasus ini — di mana SC diberi ruang mencari keuntungan dari uang perdamaian, bahkan tak menutup kemungkinan adanya oknum penyidik yang menerima bagian dari hasil tersebut.

Hingga berita ini ditulis, Kasat Reskrim Polres Siak AKP Tidar Laksono, S.Tr.K., S.I.K, yang dikonfirmasi awak media belum memberikan tanggapan.
Begitu juga Kapolres Siak AKBP Eka Ariandy Putra, S.H., S.I.K., M.Si, belum menjawab konfirmasi resmi yang dikirimkan terkait dugaan kelalaian dan kejanggalan penanganan perkara ini.

Publik kini menunggu, apakah Polres Siak akan menindaklanjuti laporan pemilik sah excavator dan mengusut dugaan penggunaan dokumen palsu oleh SC, ataukah kasus ini akan kembali tenggelam di balik “uang damai”.(Ef)