Banjarbaru,Cakrawala– Layanan Trans Banjarbakula kini menjadi bukti nyata hadirnya transportasi publik modern di kawasan aglomerasi terbesar di Kalimantan Selatan. Dengan tarif terjangkau hanya Rp5.000 untuk umum dan Rp2.000 bagi pelajar, bus berpendingin ini perlahan mengubah pola mobilitas warga di Banjarmasin, Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Barito Kuala, dan Tanah Laut.
Kawasan Banjarbakula yang dihuni lebih dari 2,2 juta penduduk memiliki dinamika aktivitas yang terus berkembang. Mobilitas antarwilayah menjadi kebutuhan mendesak, apalagi dengan semakin padatnya kendaraan pribadi di jalan-jalan utama. Pada 2021, Kementerian Perhubungan melalui skema Buy The Service (BTS) memulai penataan angkutan umum yang kini dikenal dengan Trans Banjarbakula.
Saat ini, 75 armada bus melayani empat koridor dengan total panjang lintasan 162,7 km. Rutenya menghubungkan Terminal Gambut Barakat, Taman Siring 0 Km, Banjarbaru, Martapura, Terminal Km 6, hingga Pelaihari dan Anjir Muara. Warga dapat menikmati perjalanan jauh dan nyaman dengan biaya yang jauh lebih ringan dibandingkan tarif angkutan biasa yang berkisar Rp15.000–Rp25.000.
Menurut akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno, kehadiran Trans Banjarbakula membawa perubahan signifikan karena sebelumnya layanan transportasi di kawasan ini berjalan tidak terjadwal, tidak berpendingin, saling berebut penumpang, hingga kerap menimbulkan kemacetan dan perpindahan masif ke kendaraan pribadi.
“Dengan jadwal yang pasti, tarif murah dan pelayanan yang lebih manusiawi, masyarakat memiliki alasan kuat untuk kembali menggunakan angkutan umum,” ujar Djoko.
Setelah dua tahun lebih mendapat dukungan pendanaan dari Kementerian Perhubungan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan resmi mengambil alih pengelolaan Trans Banjarbakula pada Mei 2024. Langkah ini sejalan dengan komitmen gubernur dan wakil gubernur terpilih 2024–2029, Muhidin–Hasnuryadi Sulaiman, yang menjanjikan peningkatan transportasi publik hingga daerah pelosok.
Mulai 1 Mei 2025, Trans Banjarbakula akan dioperasikan mandiri oleh Pemprov Kalsel dengan skema sharing pembiayaan berdasarkan panjang lintasan masing-masing wilayah. Kota Banjarbaru menanggung 29 persen biaya, Kabupaten Banjar 25 persen, Kota Banjarmasin 20 persen, Kabupaten Tanah Laut 15 persen, dan Barito Kuala 11 persen. Total subsidi yang disiapkan tahun 2025 mencapai Rp72 miliar.
Sementara itu, anggaran subsidi untuk transportasi publik di Kalsel juga mengalami peningkatan signifikan, dari hanya sekitar Rp6,5 miliar pada 2019 menjadi Rp65 miliar pada 2024, hingga direncanakan Rp72 miliar pada 2025. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah memperluas akses mobilitas publik.
Trans Banjarbakula juga menerapkan sistem pembayaran non-tunai, baik menggunakan kartu uang elektronik maupun QRIS. Meski awalnya masih banyak warga yang mencoba membayar tunai, sosialisasi terus dilakukan agar layanan menjadi lebih efisien, transparan, dan bebas pungli.
Djoko menilai keberhasilan Trans Banjarbakula telah menjadi contoh bagi daerah lain. Beberapa kabupaten kini mulai merintis layanan serupa, seperti Trans Sanggam di Balangan dan Trans Langsat Manis di Tabalong. Bahkan dua klaster besar—Banua Anam dan Saijaan Sujud—sudah disiapkan untuk pengembangan konsep angkutan aglomerasi.
Keberadaan Trans Banjarbakula tidak hanya menghubungkan kota dan kabupaten, tetapi juga membuka kesempatan masyarakat untuk bepergian lebih aman, murah, dan mudah. Dengan layanan yang terus ditingkatkan, pemerintah berharap semakin banyak warga meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum, sehingga kemacetan dan beban lingkungan dapat ditekan.
“Transportasi publik yang baik adalah kunci kualitas hidup masyarakat,” tegas Djoko. Ia berharap komitmen besar ini terus dijaga agar Banjarbakula benar-benar menjadi kawasan urban modern yang ramah mobilitas.(Ef)













