Otopsi Ungkap Luka Kekerasan, Kodam Simpulkan Bunuh Diri: Keluarga Prada Josua Sebut Ada Rekayasa Kematian Prajurit

Pekanbaru,Cakrawala-Luka memar akibat benda tumpul, patah tulang leher, serta bukti digital yang menunjukkan keberadaan pihak lain di lokasi kejadian mematahkan narasi bunuh diri akibat putus cinta. Keluarga menilai kesimpulan Kodam I/Bukit Barisan bertentangan dengan hasil otopsi dan keterangan saksi kunci, serta mendesak pembentukan Tim Pencari Fakta independen.

 

Keluarga almarhum Prada Josua Lumban Tobing secara tegas menolak hasil penyelidikan Kodam I/Bukit Barisan yang menyimpulkan kematian Prada Josua sebagai bunuh diri akibat putus cinta. Didampingi kuasa hukum Dr. Freddy Simanjuntak, S.H., M.H., keluarga menyatakan kesimpulan tersebut bertentangan dengan hasil otopsi forensik, bukti digital, dan keterangan saksi yang menunjukkan adanya indikasi kekerasan sebelum kematian, sehingga memunculkan dugaan rekayasa kematian terhadap prajurit aktif TNI.

 

Keluarga almarhum Prada Josua Lumban Tobing menilai kesimpulan penyelidikan Kodam I/Bukit Barisan yang menyatakan korban bunuh diri akibat putus cinta sebagai kesimpulan sepihak dan menyesatkan. Menurut keluarga, narasi tersebut runtuh ketika dihadapkan pada hasil otopsi dan ekshumasi yang dilakukan Tim Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Polda Riau, yang menemukan sejumlah luka memar akibat benda tumpul, patah tulang leher, serta patah tulang lidah pada tubuh korban.

 

Kuasa hukum keluarga, Dr. Freddy Simanjuntak, S.H., M.H., menegaskan bahwa temuan medis tersebut tidak konsisten dengan pola kematian gantung diri murni. Fakta forensik itu, kata dia, telah dibacakan secara resmi pada Januari 2025 di Denpom 1/3 Pekanbaru, disaksikan langsung oleh pihak keluarga, ahli forensik pembanding dari keluarga, serta unsur satuan terkait. “Ini bukan asumsi, ini hasil medis yang dibacakan secara resmi,” tegasnya.

 

Keluarga juga mengungkap adanya bukti digital berupa video berdurasi 36 detik yang dikirimkan korban kepada kekasihnya sebelum kematian. Video tersebut memperdengarkan suara pintu yang dibuka dan ditutup, yang mengindikasikan keberadaan pihak lain di dalam gudang logistik saat peristiwa terjadi. Bukti ini dinilai mematahkan klaim bahwa korban berada seorang diri di lokasi.

 

Selain itu, keterangan Juli Sihombing, kekasih korban, membantah total narasi putus cinta. Ia menyatakan hubungan mereka berlangsung normal dan baik-baik saja hingga malam sebelum kejadian. Korban bahkan masih sempat berkomunikasi dengan keluarga dan kekasihnya. Justru sebelum kembali ke batalyon, korban mengaku menerima ancaman dari rekan satuan akibat berbohong soal izin cuti dan menyampaikan kekhawatiran akan disiksa di gudang logistik.

 

Sejumlah kejanggalan lain turut disoroti keluarga, mulai dari rehabilitasi Tempat Kejadian Perkara sebelum penyelidikan tuntas, hilangnya rekaman CCTV, hingga belum diserahkannya barang bukti utama seperti tali jerat dan ponsel korban. Keluarga juga mempertanyakan pemindahan dana gaji almarhum dari rekening bank tanpa persetujuan ahli waris, dengan saldo yang tersisa hanya puluhan ribu rupiah.

 

Penolakan keluarga semakin menguat setelah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM RI) secara resmi menyurati Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan meminta hasil otopsi diserahkan kepada kuasa hukum keluarga serta mendesak pengungkapan pihak-pihak yang bertanggung jawab. Keluarga mendesak Presiden Republik Indonesia dan pimpinan TNI untuk membuka kembali kasus ini secara menyeluruh dan membentuk Tim Pencari Fakta independen, agar kematian Prada Josua diungkap secara transparan, profesional, dan berkeadilan.(Ef)