APBD Pemprov Riau 2024: Diduga Angka Melesat, Realisasi Terjerembab – Akrobat Anggaran Tanpa Hitungan Rasional

Pekanbaru,Cakrawala– Pemerintah Provinsi Riau tampaknya gemar bermain angka besar dalam penganggaran, namun lemah dalam mewujudkannya. Tahun anggaran 2024 menjadi potret suram manajemen fiskal yang penuh ambisi tapi minim perhitungan rasional.

Pendapatan daerah dianggarkan mencapai Rp11,12 triliun, tapi realisasi hanya Rp9,49 triliun atau 85,42%. Belanja pun tak kalah jauh panggang dari api—dari anggaran Rp11,19 triliun, hanya Rp9,58 triliun yang terserap. Alhasil, defisit anggaran malah membengkak dari target Rp69 miliar menjadi Rp87 miliar. Ini bukan sekadar kekeliruan administratif, tapi gejala serius lemahnya perencanaan fiskal.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK secara gamblang menyebut: penganggaran pendapatan daerah dilakukan tanpa dasar yang rasional dan terukur. Dalam istilah awam: Pemprov Riau ‘ngarang’ angka, mengabaikan realisasi tahun sebelumnya dan potensi riil di lapangan.

Contohnya, PAD tahun 2024 dianggarkan melonjak hingga Rp6,78 triliun—naik tajam 115% dari realisasi tahun 2023 sebesar Rp5,89 triliun. Begitu pula Pendapatan Transfer dipatok Rp4,32 triliun, padahal tahun sebelumnya hanya Rp4,1 triliun. Semua itu dilakukan tanpa mengacu pada penetapan resmi pemerintah pusat.

Yang lebih miris, beberapa pos pendapatan seperti dividen BUMD, jasa giro, pajak rokok, hingga dana bagi hasil (DBH) SDA dianggarkan seenaknya, tanpa kalkulasi potensi yang masuk akal. Tak ayal, realisasi pendapatan tekor lebih dari Rp1,6 triliun dari target. Fantastis, tapi ke arah yang salah.

Masalah tak berhenti di pendapatan. Sisi belanja pun tak terkendali. Pengeluaran daerah tetap digenjot, meskipun dana tidak tersedia. Pemprov bahkan ‘memaksakan’ penerimaan dari SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) tahun sebelumnya sebesar Rp958 miliar, padahal realisasi SiLPA menurut BPK hanya Rp69 miliar. Namun, bukannya mengoreksi, belanja justru dinaikkan lagi dalam APBD Perubahan.

Inilah ironi anggaran Pemprov Riau: semakin tahu kondisi keuangan defisit, semakin tinggi pengeluaran dilakukan. Seolah-olah logika fiskal dibalikkan: bukan disesuaikan, tapi dibesarkan.

Yang lebih mengkhawatirkan, BPK menyatakan bahwa hingga akhir 2024, rekomendasi untuk memperbaiki perencanaan dan penganggaran belum ditindaklanjuti. Dengan kata lain: kritik diabaikan, peringatan diacuhkan.

APBD bukan panggung sulap. Jika tata kelola keuangan terus dibiarkan seperti ini, maka yang dikorbankan bukan hanya angka, tapi nasib pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Riau.(Tim/Ef)