Bus Trans Koetaradja, Bukti Nyata Transportasi Publik Gratis di Aceh

Banda Aceh, MN Cakrawala – Di saat banyak kota masih kesulitan menyediakan transportasi publik yang murah dan layak, Aceh justru selangkah lebih maju. Program Bus Trans Koetaradja hadir sebagai bukti nyata bahwa layanan transportasi publik gratis bisa berjalan dan diminati masyarakat.

Diluncurkan sejak 2 Mei 2016, Trans Koetaradja kini menjadi tulang punggung mobilitas warga Banda Aceh dan Aceh Besar. Dari awalnya hanya satu koridor, layanan ini telah berkembang menjadi 15 rute, mencakup 6 koridor utama dan 9 rute feeder, dengan total 59 unit bus yang beroperasi setiap hari.

Gratis, berpendingin udara, dan ramah disabilitas—Trans Koetaradja bukan hanya sekadar alat transportasi, tapi juga simbol komitmen Pemerintah Aceh dalam menyediakan layanan publik yang setara, nyaman, dan berkeadilan bagi semua lapisan masyarakat.

Saat pertama kali beroperasi, Trans Koetaradja hanya melayani rute Masjid Raya Baiturrahman – Darussalam dengan 25 unit bus hibah dari Kementerian Perhubungan. Namun, seiring meningkatnya minat masyarakat, layanan ini berkembang pesat.

Kini, bus Trans Koetaradja melayani berbagai rute strategis seperti Pusat Kota – Blang Bintang, Pusat Kota – Ulee Lheue, Pusat Kota – Mata Ie, hingga jalur Lampaseh – Kajhu. Jaringan rutenya diperkuat dengan rute feeder yang menjangkau kawasan perumahan dan kampus.

Sekretaris Dinas Perhubungan Provinsi Aceh, T. Rizki Fadhil, S.SiT, M.Si, menyebutkan bahwa peningkatan jumlah armada dan rute dilakukan secara bertahap sejak 2016.
“Trans Koetaradja terus dikembangkan agar bisa melayani lebih banyak masyarakat, terutama pelajar dan mahasiswa yang sangat bergantung pada transportasi umum,” ujarnya, Senin (23/9/2025).

Selain rute utama, Trans Koetaradja juga memiliki layanan khusus Trans Campus yang beroperasi di kawasan Universitas Syiah Kuala dan UIN Ar-Raniry. Bus kecil berkapasitas 30 penumpang ini melayani mahasiswa dari asrama hingga seluruh fakultas, dengan jadwal reguler dari pukul 07.30 hingga 17.05 WIB.

Setiap akhir pekan, pemerintah juga mengoperasikan Trans Meudiwana, bus wisata gratis yang mengantar warga ke destinasi wisata populer seperti Pantai Lampuuk dan Pelabuhan Ulee Lheue. Program ini merupakan kolaborasi antara Dinas Perhubungan dan Dinas Pariwisata Aceh, menggunakan dua unit bus sedang.

Sejak awal beroperasi, layanan Trans Koetaradja tidak memungut biaya sepeser pun dari penumpang. Seluruh biaya operasional ditanggung oleh APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh).

Berdasarkan data Dinas Perhubungan Provinsi Aceh, alokasi anggaran tahun 2025 mencapai Rp 12,65 miliar. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya dan menjadi bukti komitmen Pemerintah Aceh dalam menjaga keberlanjutan transportasi publik gratis.

Meski sempat muncul wacana penerapan tarif, hingga kini pemerintah masih mempertahankan kebijakan gratis penuh karena terbukti sangat membantu masyarakat, terutama pelajar, mahasiswa, dan pekerja harian.

Meski sukses menarik minat masyarakat, Trans Koetaradja masih menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah ketepatan waktu. Karena belum memiliki jalur khusus, bus sering terjebak kemacetan bersama kendaraan lain, terutama di jam sibuk.

Selain itu, akses halte yang masih cukup jauh dari pemukiman juga menjadi catatan. Banyak warga berharap adanya penambahan rute pengumpan (micro feeder) yang bisa menjangkau perumahan padat penduduk.

Namun demikian, secara umum layanan ini tetap mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat. Bus yang ber-AC, ramah disabilitas, memiliki kursi prioritas, serta kini bisa dilacak melalui aplikasi digital menjadikan Trans Koetaradja sebagai salah satu sistem transportasi publik terbaik di luar Jawa.

Akademisi transportasi dan Wakil Ketua MTI Pusat, Djoko Setijowarno, menilai Trans Koetaradja sebagai contoh sukses penerapan layanan angkutan massal gratis di Indonesia.
“Trans Koetaradja menunjukkan bahwa transportasi publik gratis bisa berjalan baik jika ada komitmen dan manajemen yang profesional. Ini seharusnya menjadi inspirasi bagi daerah lain,” ujarnya.

Menurut Djoko, layanan seperti ini tidak hanya membantu mobilitas masyarakat, tetapi juga berperan dalam mengurangi kemacetan, menekan emisi, dan menciptakan kota yang lebih ramah lingkungan.

Dengan jaringan rute yang terus berkembang dan minat masyarakat yang tinggi, Trans Koetaradja kini menjadi simbol kemajuan Banda Aceh dalam membangun sistem transportasi publik yang berkelanjutan.

Program ini bukan hanya soal layanan gratis, tetapi juga tentang keadilan sosial dan akses yang setara bagi seluruh warga.
Jika dikelola secara konsisten, Trans Koetaradja bukan hanya menjadi kebanggaan Aceh—tetapi juga model nasional untuk transportasi publik gratis yang efektif, inklusif, dan berkelanjutan. (Efialdi/Red.)