Pekanbaru,Cakrawala-Protes keras seorang orang tua siswa meledak ke publik setelah surat keberatan yang dilayangkan ke Dinas Pendidikan Provinsi Riau dan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Riau tak digubris sedikit pun.
Surat bernomor 81/KHE/VII/2025 dari Kantor Hukum ETOS atas nama Mardun, S.H., CTA melaporkan dugaan maladministrasi brutal oleh pihak SMA Negeri 15 Pekanbaru yang menahan rapor dan memaksa orang tua menandatangani “surat pernyataan” hanya karena anak dianggap “naik percobaan”.
Ironis, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau Erisman Yahya yang seharusnya menjadi pelindung hak pendidikan anak, justru bungkam seribu bahasa. Tidak ada klarifikasi, tidak ada investigasi, tidak ada tindakan korektif. Erisman seolah lebih nyaman bersembunyi di balik meja birokrasi ketimbang membela hak anak didik di Riau.
Lebih mengecewakan lagi, Ketua Ombudsman RI Perwakilan Riau Bambang Pratama, yang punya mandat langsung dari undang-undang untuk menangani dugaan maladministrasi, justru ikut membisu, bahkan setelah dikonfirmasi oleh media. Apakah tupoksi lembaga ini hanya formalitas belaka?
Pertanyaannya: apa gunanya institusi jika diam saat warga meminta perlindungan hukum? Apa artinya Dinas Pendidikan dan Ombudsman jika ketika anak bangsa diperlakukan semena-mena oleh sekolah, mereka malah menutup mata?
Sikap abai dan pasif dari dua pejabat publik ini bukan sekadar kelalaian, tapi bisa disebut sebagai pengkhianatan terhadap amanah undang-undang dan rakyat. Jangan sampai rakyat menilai bahwa jabatan mereka hanya simbol tanpa makna.
Rakyat sudah bosan dengan birokrasi yang lamban, lembaga yang mandul, dan pemimpin yang hanya aktif saat pencitraan. Jika Kepala Dinas Pendidikan dan Ombudsman tidak berani membela hak anak, maka publik berhak bertanya: siapa yang mereka bela sebenarnya.(ef)