Jakarta,Cakrawala– Seperti mentari yang menerangi ruang-ruang gelap, INSAN PERS hadir di Republik Indonesia melangkah tegak, tanpa gentar, meneliti dan mengontrol denyut sosial di tengah masyarakat yang berkali-kali dikhianati para oknum busuk.
Tugas Insan Pers tak pernah ringan sejak lahirnya Republik ini. Mereka adalah mata dan telinga rakyat yang tanpa ragu menguak praktek busuk, membongkar borok-borok birokrasi yang selama ini bersembunyi di balik tembok kekuasaan. Dari lorong-lorong sempit hingga gedung-gedung mewah, dari ruang rendah hingga ruang tinggi, Insan Pers menelanjangi tikus-tikus berdasi yang menjarah uang rakyat, menghisap darah negara tanpa rasa malu dan tanpa takut pada hukum.
Tikus-tikus kantor. Tikus-tikus berjas. Tikus-tikus berdasi. Mereka bukan cuma mencuri, mereka memperkosa kepercayaan rakyat, menghancurkan masa depan negeri ini dengan rakus dan tanpa henti.
Inilah tugas berat Insan Pers yang dengan sinis sering dicemooh sebagai Wartawan Bodrek oleh oknum yang tak nyaman dibongkar ke publik, yang ketakutan saat kebenaran diviralkan.
Tugas Insan Pers semakin berat ketika korupsi menjamur di segala penjuru desa, di sekolah, di kantor pemerintahan, bahkan di lembaga pengawasan yang seharusnya jadi benteng moral. PUNGLI. KOLUSI. KORUPSI. NEPOTISME. bau busuknya menusuk hidung, menyesakkan dada, menghancurkan harapan rakyat yang kian terhimpit dan tak berdaya.
Mereka para tikus rakus berlindung di balik atap megah DPR, DPRD, hingga MPR. Gedung-gedung yang seharusnya jadi simbol keadilan justru menjadi kandang para penghisap uang rakyat. Saling tutup mata, saling lindungi, sementara rakyat dipaksa membayar pajak lebih tinggi untuk menutupi kerakusan mereka.
Insan Pers berdiri di garis terdepan menghadapi jaringan kriminal yang berlapis-lapis. Dari bisnis narkoba yang merusak generasi bangsa, perdagangan manusia yang menjual nyawa anak negeri, hingga mafia peradilan yang menjadikan hukum sebagai barang dagangan.
Tugas Insan Pers bukan hanya memberitakan tapi juga bertaruh nyawa,ada yang rumahnya dibakar hingga tewas mengenaskan, ada yang diculik, dibunuh, lalu hilang tanpa jejak. Kasus-kasus ini dibungkam. Pelakunya? Para tikus yang selalu punya cara lolos dari jerat hukum.
Para oknum tikus yang bersumpah atas nama Tuhan tapi mengkhianati bangsa,Buta, tuli, serakah. Tidak mau berjuang, tidak mau berkeringat demi negeri, hanya tahu menumpuk kekayaan untuk kelompoknya. Mereka tak peduli rakyat menderita, tak peduli masa depan negara ini.
Bahkan gedung Dewan Pers pun tak lepas dari pertanyaan: Apakah di sana juga bercokol tikus-tikus yang takut pada Insan Pers? Mengapa tidak ada ruang dialog yang luas antara Dewan Pers dengan ribuan organisasi Pers Nasional? Mengapa sertifikat UKW tak menjamin kesejahteraan kuli pena yang terus diperbudak sistem?
Kemana ratusan miliar anggaran Dewan Pers? Untuk siapa dan apa manfaatnya? Mengapa selalu takut bicara?
INSAN PERS tidak gentar! Meskipun dicemooh sebagai Wartawan Bodrek, meskipun diintimidasi, dibungkam, diancam bahkan dibunuh,mereka tetap berdiri. Pena mereka tajam, suara mereka lantang, langkah mereka pasti.
Karena jika bukan Insan Pers, siapa lagi yang berani meneriakkan bahwa para tikus penghianat bangsa ini harus diadili dan dibersihkan, bukan dinegosiasikan?
Jika bukan Insan Pers, siapa lagi yang berani membuka mata rakyat bahwa Republik ini perlahan tapi pasti sedang dicabik-cabik oleh tangan-tangan kotor para oknum yang tak pernah kenyang.
INSAN PERS tetap berdiri Menulis, Mengguncang,Menerangi.(Efialdi)
Narasumber: Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH, MH,Pakar Ilmu Hukum Internasional dan Pembina Insan Pers Nasional.













