Manado,Cakrawala-Pertumbuhan kawasan hunian baru di Kota Manado beberapa tahun terakhir berjalan jauh lebih cepat dibanding perkembangan sistem transportasi publik. Fenomena ini menimbulkan ketimpangan antara kebutuhan mobilitas warga dan ketersediaan layanan angkutan massal yang layak, aman, serta terjangkau.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara dalam publikasi Statistik Transportasi Sulut 2024, aktivitas penumpang di sektor laut mencapai 123.688 orang per Agustus 2025, menunjukkan tingginya mobilitas masyarakat. Namun untuk perjalanan dalam kota, terutama dari dan menuju kawasan perumahan, data penggunaan angkutan massal masih minim dan menunjukkan rendahnya pemanfaatan moda publik.
Sebuah studi tentang kebutuhan angkutan kota pada trayek Pusat Kota–Malalayang dan Pusat Kota–Karombasan mencatat dari 755 orang yang bepergian, hanya 447 di antaranya menggunakan angkot. Penelitian lain mengenai karakteristik pemilihan moda di Manado juga menunjukkan mayoritas pengguna angkutan kota adalah warga tanpa kendaraan pribadi. Sederhananya, potensi pengguna ada, tetapi sistemnya belum siap menampung kebutuhan.
Kondisi ini menciptakan celah besar antara pertumbuhan hunian dan kemampuan transportasi publik mengikuti pola pergerakan warga. Tanpa moda pengumpan yang terkoneksi ke jalur utama, perumahan baru justru menambah beban lalu lintas, memaksa masyarakat mengandalkan kendaraan pribadi, dan memperlebar kantong-kantong kemacetan di dalam kota.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen di Tomohon, Dr Harley A B Mangindaan, menilai Manado membutuhkan lembaga independen yang menjadi ruang konsultasi antara pengembang perumahan, warga, pemerintah, akademisi, dan pelaku transportasi. Lembaga ini bertugas mengawal implementasi kajian transportasi, menyusun model feeder yang realistis, hingga merancang tarif terintegrasi agar warga tidak harus membayar dua atau tiga moda terpisah.
Mangindaan menyebut kebutuhan sistem tiket terpadu menjadi sangat mendesak. Integrasi tarif antara feeder dan moda utama tidak hanya memudahkan pengguna, tetapi juga menekan biaya hidup masyarakat berpenghasilan rendah yang tinggal di kawasan pinggiran. Ia mendorong pemerintah memperbaiki kualitas armada, baik mikrolet maupun bus, dengan standar kenyamanan, teknologi ramah lingkungan, serta keselamatan yang lebih tinggi.
Selain itu, peningkatan kualitas sopir angkutan juga menjadi perhatian. Standar pelayanan minimum, pelatihan keselamatan, ketepatan jadwal, dan perlindungan pendapatan dianggap sebagai syarat mutlak agar pengemudi mampu memberikan layanan yang profesional dan konsisten.
Mangindaan menegaskan Manado berada di beranda depan Provinsi Sulawesi Utara. Karena itu, perbaikan sistem transportasi tidak boleh lagi dipandang sebagai kebutuhan teknis semata, melainkan bagian dari agenda ekonomi, sosial, dan pembangunan jangka panjang. “Tanpa pembenahan menyeluruh, Manado akan terus terjebak dalam pola kota berkembang yang macet, tidak efisien, dan mahal bagi warganya,” ujarnya.
Dengan pertumbuhan perumahan yang semakin masif, tuntutan terhadap transportasi publik berstandar modern semakin tak terhindarkan. Semua pemangku kepentingan dinilai perlu duduk bersama dan merumuskan model transportasi baru yang terintegrasi, berkelanjutan, dan memberi kepastian bagi warga. Tujuannya satu: menjadikan mobilitas yang mudah sebagai fondasi kesejahteraan ekonomi masyarakat Manado.(Ef)













