Pekanbaru,Cakrawala– Gubernur Riau Abdul Wahid melontarkan pernyataan tajam menanggapi sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas laporan keuangan Pemprov Riau tahun 2024. Dengan gaya yang blak-blakan, Wahid mengibaratkan kondisi yang diwarisinya seperti pesta yang sudah selesai, namun dirinya disuruh cuci piring.
> “Jangan sering-sering lempar tanggung jawab. Jadi ibaratnya kalau orang pestanya sudah usai, saya bagian cuci piring,” tegas Wahid, Minggu (8/6/2025).
Pernyataan itu menanggapi temuan BPK soal utang daerah mencapai Rp1,76 triliun, yang mencuat dari Laporan Hasil Pemeriksaan atas penggunaan APBD 2024. Temuan ini menjadi beban fiskal serius bagi Pemprov Riau, di saat Abdul Wahid baru saja dilantik pada Februari 2025 dan belum sebulan menduduki jabatan sebagai Gubernur Riau.
> “Saya ini kan dilantik Februari 2025. Berarti urusan saya itu ya 2025. Kalau masalah itu 2024, berarti itu urusan yang lama-lama,” ujar mantan anggota DPR RI ini.
Meski demikian, Wahid menolak untuk berlindung di balik narasi warisan masa lalu. Ia menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan seluruh temuan BPK, yang mencatat setidaknya 153 poin temuan, termasuk soal utang, belanja tak terkendali, ketekoran kas, dan kelebihan pembayaran perjalanan dinas senilai Rp16,98 miliar.
> “Saya sudah baca, dari total 153 temuan, ada sekitar 100-an dari aspek keuangan dan kinerja, dan 93 dari sisi kepatuhan. Ini harus kami tuntaskan dua bulan ke depan,” tegasnya.
Wahid menyatakan dirinya tidak ingin melempar kesalahan ke siapa pun. Namun ia juga tidak menutupi kenyataan bahwa beban fiskal yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya, kini harus ia tanggung—bersama pasangannya SF Hariyanto, yang ironisnya adalah Wakil Gubernur saat ini dan juga mantan Sekdaprov serta Pj Gubernur yang menerima opini WTP terakhir dari BPK untuk laporan keuangan tahun 2023.
Dengan nada getir, Wahid mengisyaratkan bahwa catatan buruk ini adalah koreksi keras di awal pemerintahannya, setelah Pemprov Riau mencatat rekor 13 kali berturut-turut meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.
> “Saya tidak ingin masalah ini berbuntut jadi masalah hukum. Ini harus segera diselesaikan agar tidak mengganggu program pembangunan,” tegasnya.
Sejumlah temuan BPK menjadi sinyal keras bagi duet kepemimpinan baru Abdul Wahid–SF Hariyanto. Di antaranya, pengelolaan utang dan kas daerah yang amburadul, penggunaan dana PFK Rp39,22 miliar yang menimbulkan Sisa Kurang Perhitungan Anggaran (SKPA), serta ketekoran kas di Sekretariat DPRD Riau hingga memunculkan indikasi kerugian daerah Rp3,33 miliar.
*”WDP Menggugurkan WTP”:*
Dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK untuk laporan keuangan tahun 2024, Provinsi Riau akhirnya harus mengakhiri tren 13 kali WTP berturut-turut. Sebuah alarm keras bagi manajemen tata kelola keuangan daerah.
Kini, publik menanti: apakah duet Abdul Wahid–SF Hariyanto hanya akan menjadi tim pembersih sisa pesta masa lalu, atau justru mampu membalikkan keadaan dan mengembalikan Riau ke jalur yang transparan dan akuntabel.(Ef)