Sidang Kasus Korupsi Eks Pj Walikota Pekanbaru: Saksi Saling Bisik, Jaksa Menggelegar, Fakta Uang Haram Dibongkar

Pekanbaru,Cakrawala– Sidang lanjutan perkara mega korupsi yang menyeret mantan Pj Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, Sekdako Indra Pomi Nasution, dan mantan Kabag Umum Novin Karmila kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa (20/5/2025). Dalam ruang sidang yang seharusnya menjadi panggung pengungkapan kebenaran, lima saksi justru tampak bermain mata dan saling berbincang—hingga akhirnya mendapat semprotan keras dari Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Ini ruang sidang, bukan warung kopi! Jangan main sandiwara di sini!” hardik jaksa, memotong interaksi tak pantas antar saksi.

Lima saksi yang digiring ke hadapan majelis hakim Delta Tamtama terdiri dari para pejabat kunci dalam pengelolaan keuangan Pemko Pekanbaru. Di antaranya Mario Adilah (Auditor Inspektorat), Sukardi Yasin (Kabid Anggaran BPKAD), Harianto (Kabid Perbendaharaan), serta dua analis kebijakan, Zikrullah dan Irwandi. Namun alih-alih membongkar praktik busuk di balik pemotongan anggaran, sikap para saksi justru terkesan canggung, seperti sedang menutupi borok yang sudah menganga.

Jaksa terus mendesak mereka untuk menjelaskan seputar mekanisme pencairan Uang Persediaan (UP), Ganti Uang (GU), dan Tambahan Uang Persediaan (TU), yang ternyata menjadi celah empuk untuk menilap uang rakyat. Fakta mencengangkan pun terkuak: Risnandar Mahiwa diduga telah mengantongi hampir Rp3 miliar, Indra Pomi sekitar Rp2,4 miliar, dan Novin Karmila Rp2 miliar lebih dari skema pemotongan GU dan TU.

Tak berhenti di situ, ajudan pribadi Risnandar, Nugroho alias Untung, disebut ikut menikmati aliran dana haram senilai Rp1,6 miliar, seolah-olah sebagai pelunasan utang yang faktanya tak pernah ada.

“Rekayasa pembayaran. Penerimaan uang atas dasar utang hanyalah kedok. Ini murni korupsi sistematis!” beber JPU.

Gratifikasi pun menyembul dari celah gelap kekuasaan. Dari uang tunai, baju mewah, hingga tas branded—semuanya mengalir deras ke tangan para terdakwa. Risnandar tercatat menerima Rp906 juta dari delapan ASN. Indra Pomi lebih gila lagi, menyerap Rp1,2 miliar, dan Novin Karmila kebagian Rp300 juta dari duo Rafli dan Ridho Subma.

Ironisnya, tak satu pun dari penerimaan itu dilaporkan ke KPK, seperti yang diwajibkan UU. Mereka bukan hanya merampok anggaran, tapi juga menampar logika publik dengan dalih-dalih busuk yang menyesakkan.

Sidang ini bukan sekadar pengadilan terhadap tiga orang. Ini adalah sidang untuk menjawab kemarahan rakyat yang muak pada elite yang menggali kekayaan dari keringat dan pajak masyarakat.(EF)