Pekanbaru,Cakrawala-Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang menyeret Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekda Indra Pomi Nasution, dan mantan Plt Kabag Umum Novin Karmila berlangsung dalam tensi tinggi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (27/5/2025).
Saksi kunci yang dihadirkan, Darmanto, yang menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu di Bagian Umum sejak 2019, membuat jalannya persidangan berulang kali ricuh karena jawaban-jawaban tak pasti yang dilontarkannya.
Dihadapan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Darmanto mengaku lupa, ragu, bahkan tampak tidak peduli saat diminta menjelaskan detail pencairan dana Tambahan Uang (TU) dan Ganti Uang (GU).
> “Boleh saya jawab lupa,” ucap Darmanto santai ketika ditanya berapa kali uang tunai hasil pemotongan diserahkan kepada Novin Karmila.
Jawaban itu langsung menyulut amarah Hakim Anggota Adrian HB Hutagalung yang membentak keras:
> “Luar biasa. Mobil itu benda besar? Kok bisa lupa? Kalau Anda lihat yang bukan benda, bisa Anda bilang lupa. Di depan Anda benda, mobil begitu besarnya. Jangan main-main!”
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menuding Darmanto menyembunyikan fakta. Ketika mengaku menerima uang Rp36 juta dari Novin, hakim langsung memerintahkannya mengembalikan:
> “Itu bukan hak Saudara. Jangan permainkan pengadilan ini.”
Keterangan Darmanto yang menyebut adanya pemotongan 15 persen dari dana GU atas perintah Novin, yang kemudian diserahkan kepada PPTK, memicu pertanyaan keras dari hakim terkait dasar hukum pemotongan tersebut.
> “Kalau dia minta, berarti sah? Dasarnya apa?” hardik Hakim Jonson Parancis, dengan nada sinis yang disambut tawa dari pengunjung sidang.
Dalam kesaksiannya, Darmanto juga mengakui pernah mendampingi pencairan dana TU di Bank Riau Kepri, hanya beberapa hari sebelum OTT digelar. Namun, ia tetap bersikukuh tidak ingat nilai dan frekuensi pencairan.
Ketika ditanya siapa Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru tahun 2024, Darmanto sempat bungkam, sebelum akhirnya menjawab lirih: “Indra Pomi.”
Respons ini memperkuat posisi Indra Pomi sebagai aktor kunci dalam pengelolaan dan distribusi anggaran, yang diduga menjadi bagian dari skema sistemik penyalahgunaan dana publik.
> “Orang seperti Saudara ini parah. Mudah dimanfaatkan, disuruh ambil uang, geser dana, dan antar sana-sini tanpa tahu aturan. Ini potret rusaknya birokrasi kita,” tutup hakim dengan nada kecewa.
Sidang akan dilanjutkan malam harinya dengan menghadirkan saksi-saksi lainnya dan pencocokan barang bukti yang diduga menjadi alat bantu praktik korupsi di lingkar kekuasaan Pemko Pekanbaru.(red)