Sidang Korupsi TU Pemko: Indra Pomi Lempar Bola ke BPKAD, LSM KPB Ingatkan Jejak Hitam WFC

Pekanbaru,Cakrawala– Dalam sidang lanjutan kasus megakorupsi Tambahan Uang (TU) di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru, Sekretaris Daerah nonaktif Indra Pomi Nasution (IPN) kembali berupaya membela diri. Namun, pembelaannya dinilai publik tak lebih dari upaya lempar tanggung jawab.

Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (6/5/2025), dipimpin Hakim Ketua Delta Tamtama, dengan menghadirkan empat saksi dari lingkup Setdako: Samto, Siti Aisyah, Ingot Ahmad Hutasuhut, dan Masykur Tarmizi.

Dalam keterangannya, Indra membantah seluruh tudingan yang menyebut dirinya menginstruksikan pemotongan anggaran TU untuk kepentingan pihak luar seperti wartawan, LSM, dan mahasiswa. Ia bahkan menegaskan bahwa proses pencairan tidak berada dalam kendalinya, melainkan sepenuhnya menjadi wewenang Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

> “Kami tidak pernah memaksa. Semua tetap sesuai mekanisme dan penilaian kelayakan oleh BPKAD,” ujarnya di hadapan majelis hakim.

Indra juga menampik kesaksian yang menyebut dirinya memberi arahan dalam hal pemberian ‘buah tangan’. Ia menyatakan hanya pernah mendisposisikan surat permohonan bantuan masyarakat secara normatif.

Namun sikap tersebut justru menimbulkan keraguan. Indra dinilai ingin menarik diri dari pusat kendali anggaran, padahal posisinya sebagai Sekda menempatkannya di jantung kekuasaan birokrasi Pemko Pekanbaru.

Ditempat terpisah, Ketua Umum LSM Kesatuan Pelita Bangsa (KPB), Ruslan Hutagalung, menyatakan bahwa sanggahan Indra hanyalah bagian dari pola lama.

> “Ini bukan pertama kalinya Indra Pomi menyangkal. Dalam kasus korupsi proyek Waterfront City (WFC) tahun 2021, namanya juga disebut menerima aliran dana haram,” ujar Ruslan.

Ia merujuk pada sidang PN Pekanbaru, 25 Februari 2021, di mana JPU KPK Ferdian Adi Nugroho menyatakan bahwa perbuatan terdakwa Adnan dan Ketut Suarbawa bersama Jefry Noer, Indra Pomi, dan Firzan Taufa telah melanggar berbagai pasal dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Dalam perkara itu, Indra disebut menerima Rp100 juta dari PT Wijaya Karya (Persero). Total kerugian negara ditaksir mencapai Rp50,016 miliar.

> “Hakim harus membuka mata. Jangan biarkan aktor lama terus bermain di kasus baru,” tegas Ruslan.

Sidang akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan lanjutan saksi dan penelusuran lebih dalam aliran dana haram dari pencairan GU dan TU tahun anggaran 2024.(Tim/Ef)