Bali,Cakrawala– Trans Metro Dewata kini menjadi solusi utama mobilitas di Bali, terutama di kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan). Layanan yang hadir lewat program Buy The Service (BTS) Kementerian Perhubungan ini beroperasi sejak 2020 dan dirancang untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi yang memicu kemacetan parah di kawasan wisata dan pusat kota.
Pada 2025, operasional Trans Metro Dewata sempat terhenti karena berakhirnya pendanaan APBN. Namun layanan kembali berjalan setelah Pemprov Bali bersama pemerintah kabupaten/kota menyepakati skema Bantuan Keuangan Khusus (BKK). Total subsidi operasional mencapai Rp 56,34 miliar, dengan porsi 30 persen dari Pemprov dan 70 persen dari Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.
Saat ini terdapat 75 armada yang melayani enam koridor utama dengan jam operasi 04.30–18.30 WITA dan headway 18–19 menit. Pemerintah menargetkan headway ideal 10–15 menit agar penumpang tidak menunggu terlalu lama.
Trans Metro Dewata masih menghadapi tiga tantangan utama: keberlanjutan anggaran, infrastruktur halte yang belum optimal, serta budaya masyarakat dan wisatawan yang lebih memilih kendaraan pribadi atau transportasi sewa. Meski demikian, peluang penguatan layanan cukup besar, salah satunya melalui potensi pendanaan dari pungutan wisman Rp150 ribu, yang bisa menghasilkan hingga Rp 795 miliar per tahun.
Pengembangan layanan feeder di 43 kawasan perumahan juga menjadi kunci agar Trans Metro Dewata benar-benar menjadi tulang punggung mobilitas publik di Bali. Dengan tarif terjangkau dan rute strategis, layanan ini mendukung citra Bali sebagai destinasi yang mengedepankan mobilitas berkelanjutan dan ramah lingkungan.(Ef)













