Jakarta,Cakrawala-Deretan tragedi kecelakaan laut yang terjadi dalam sebulan terakhir kembali membuka luka lama: sistem keselamatan pelayaran di Indonesia masih rapuh dan abai terhadap nyawa manusia. Ketua Forum Transportasi Maritim Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Hafida Fahmiasari, menyebut rentetan peristiwa ini sebagai “alarm keras atas kegagalan sistemik keselamatan pelayaran nasional.”
Mulai dari kebakaran KM Barcelona V-A di Minahasa, kapal terbalik di perairan Sipora, hingga tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, semuanya bukanlah kejadian luar biasa. Justru sebaliknya, tragedi-tragedi ini mengungkap pola kegagalan yang terus berulang akibat lemahnya implementasi dan akuntabilitas.
Kita tidak kekurangan aturan. Tapi kita kekurangan kepedulian. Tragedi terus berulang karena sistem tidak belajar dan pelanggaran tidak diberi efek jera, tegas Hafida.
Menurutnya, yang dibutuhkan bukan sekadar alat canggih, melainkan sikap dan empati: bahwa setiap penumpang punya hak pulang dengan selamat. “Nyawa manusia tidak boleh menjadi harga yang kita anggap wajar hanya demi alasan konektivitas,” imbuhnya.
Ketua Umum MTI, Tory Damantoro, juga menegaskan bahwa keselamatan adalah hasil dari sinergi sistemik, bukan kerja satu pihak. “Sistem keselamatan hanya akan berjalan jika seluruh komponen pelayaran,dari regulator, operator, hingga pengawas melaksanakan perannya dengan disiplin,” jelasnya.
Pola Lama, Masalah Tak Kunjung Usai
Data dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mencatat lebih dari 190 kecelakaan laut besar sepanjang 2015–2025, yang merenggut lebih dari 787 nyawa. Polanya berulang: kapal tua, kelebihan muatan, manifes fiktif, SOP yang diabaikan, dan lemahnya pengawasan di titik keberangkatan.
MTI menyebut sejumlah akar persoalan utama, antara lain:
* Fragmentasi pengawasan antar lembaga (Kemenhub, Syahbandar, operator, pemda),
* Tidak adanya sistem inspeksi berbasis risiko,
* Sistem manifes dan komunikasi darurat yang tidak berfungsi optimal,
* Minimnya penegakan hukum terhadap pelanggaran keselamatan.
MTI Serukan Tujuh Langkah Prioritas
Sebagai respons konkret, MTI mendesak pemerintah mengambil langkah reformasi dengan tujuh prioritas berikut:
1. Audit teknis menyeluruh terhadap armada kapal penumpang, khususnya kapal tua.
2. Digitalisasi manifes dan pelacakan kapal secara real-time.
3. Peningkatan kapasitas dan sertifikasi awak kapal.
4. Penegakan sanksi tegas terhadap pelanggaran keselamatan.
5. Reformasi tarif dan subsidi, agar operator bisa memenuhi standar keselamatan tanpa membebani penumpang.
6. Kepastian kelayakan sarana berlayar, termasuk infrastruktur pelabuhan.
7. Penguatan kapasitas SDM pelayaran, agar regulasi tidak hanya indah di atas kertas.
“Konektivitas laut yang berkeselamatan bukan hanya soal transportasi, tapi soal keadilan dan keutuhan bangsa kepulauan seperti Indonesia,” pungkas Tory.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) adalah organisasi profesi independen yang menjadi ruang komunikasi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan sektor transportasi nasional. Forum Transportasi Maritim MTI adalah divisi khusus yang menangani isu-isu pelayaran, pelabuhan, dan kemaritiman di Indonesia.(Ef)
Adjat Wiratma
Humas Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).













