Program Makan Gratis Triliunan, Infrastruktur dan Transportasi Terancam Tersisih

Jakarta,Cakrawala-Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan utama dalam RAPBN 2026. Pemerintah mengalokasikan dana jumbo Rp335 triliun untuk program ini—angka yang bahkan melampaui anggaran ketahanan pangan (Rp164,4 triliun) dan kesehatan (Rp244 triliun).

 

Namun, di balik besarnya anggaran tersebut, muncul kekhawatiran serius: apakah sektor lain yang sama vitalnya, seperti infrastruktur dan transportasi yang berkeselamatan, tidak akan tersisih?

 

Pemerintah menargetkan pembenahan angkutan umum di 20 kota melalui RPJMN 2025–2029. Sayangnya, anggaran skema buy the service (BTS) justru merosot tajam: dari Rp582,98 miliar (2023) turun menjadi hanya Rp80 miliar (2026).

 

Padahal, transportasi umum bukan sekadar solusi kemacetan. Di daerah miskin, ketiadaan akses transportasi memicu masalah serius: anak putus sekolah, meningkatnya pernikahan dini, hingga melahirkan generasi stunting.

 

“Transportasi umum seharusnya dipandang sebagai alat pemberdayaan kaum kurang beruntung, bukan dipinggirkan,” tegas Djoko Setijowarno, Wakil Ketua MTI Pusat.

 

Data Kementerian PUPR (2024) mencatat, dari 441.250 km jalan kabupaten/kota, hampir 40 persen dalam kondisi rusak. Program Inpres Jalan Daerah (IJD) yang sempat menyalurkan Rp14,6 triliun (2023) dan Rp15 triliun (2024), justru dihentikan pada 2025.

 

Kerusakan jalan ini memperlambat distribusi barang dan menekan operasional angkutan perintis. Damri bahkan mencatat 14 persen trayek perintis melintasi jalan rusak, dengan kondisi terparah di Sulawesi Selatan.

 

Kecelakaan lalu lintas masih merenggut korban tinggi. Data Korlantas Polri (2024) menyebutkan, setiap jam empat orang tewas di jalan raya. Ironisnya, sebagian besar korban adalah pelajar, mahasiswa, dan usia produktif.

 

Namun, alokasi anggaran keselamatan justru menyusut. KNKT kekurangan dana investigasi, pemeriksaan kendaraan (rampcheck) terbatas, bahkan Direktorat Keselamatan Transportasi Darat dibubarkan.

 

“Buat apa generasi unggul didorong lewat MBG kalau akhirnya meninggal sia-sia di jalan,” kritik pengamat transportasi Darmaningtyas

 

Di tengah daya beli melemah dan pengangguran meningkat, subsidi transportasi murah menjadi penyelamat rakyat, terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Layanan ini menjaga aktivitas warga tetap berjalan tanpa membebani biaya hidup.

 

Karena itu, anggaran transportasi dan infrastruktur seharusnya dipandang setara dengan pangan dan pendidikan, bukan dikorbankan demi program lain.

 

Negara maju ditandai dengan transportasi publik yang luas, aman, dan terjangkau. Angka kecelakaan rendah, fasilitas pejalan kaki dan pesepeda aman, serta akses ramah bagi disabilitas dan lansia.

 

Jika Indonesia benar-benar ingin menuju Indonesia Emas 2045, maka infrastruktur dan transportasi yang berkeselamatan tidak boleh terpinggirkan.

 

Sebaliknya, penghematan bisa dilakukan pada pos belanja tidak produktif, seperti mobil dinas, perjalanan dinas berlebihan, hingga fasilitas mewah pejabat.(Ef)

 

Sumber : Djoko Setijowarno, Akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua MTI Pusat